Kamis, 25 Februari 2016

[MOVIE REVIEW] The Revenant (2015): Torturing and Freezing
14.55.00

[MOVIE REVIEW] The Revenant (2015): Torturing and Freezing


Sebenarnya tidak niat-niat amat nonton film ini dalam waktu dekat karena sedang doyan-doyannya nonton film indie, namun melihat film ini sangat hype dan juga memborong banyak penghargaan, saya sempatkan untuk nonton sebelum perhelatan Academy Awards 2016. Dan, Iñárritu gituloh, siapa juga yang gak mau nonton film nya Iñárritu? Atau setidaknya penasaran.

Jika dibandingkan dengan film Iñárritu sebelumnya yang juga sama gila nya, Birdman, film ini memang beda genre. Beda banget. Birdman dengan drama-satire nya, dan The Revenant dengan drama-survival-thriller nya. Tapi Iñárritu nya masih kental sekali. Dua film terakhirnya memperlihatkan bahwa Iñárritu memiliki filosofi yang kuat untuk setiap jengkal penggarapannya, dan seperti biasa, selalu mengintimidasi di setiap menitnya.


The Revenant merupakan kisah nyata yang adaptasi dari bagian novel The Revenant: A Novel Revenge karya Michael Punke yang coba divisualisasikan oleh Iñárritu bersama dengan co-writer nya Mark L. Smith dalam sebuah petualangan survival yang sangat apik. Which is I really love this genre. Survival. Cerita nyatanya berpusat pada kisah survival dari Hugh Glass (Leonardo Dicaprio) di era 1823 mantan tentara Amerika  yang ditinggalkan rekan-rekannya begitu saja setelah diserang beruang Grizzly. Namun, Iñárritu membuat versinya sendiri dengan lebih kompleks dan dramatis. Terlihat ia menambahkan beberapa fiksi seperti latar belakang Glass dan juga putra setengah Indiannya, bernama Hawk (Forrest Goodluck). Selain itu diceritakan bahwa Glass merupakan pemburu handal dan juga sangat menguasai medan. Keahliannya dibutuhkan oleh Kapten Andrew Henry (Domhall Gleeson), komandan ekspedisi perburuan kulit hewan yang pada saat itu juga sedang diburu oleh kaum Indian Arikara. Namun dalam perjalanan, Glass diserang oleh beruang Grizzly dan terluka sangat parah. Tidak ada yang menyangka bahwa Glass yang hampir mati itu dapat bertahan hidup dan berniat balas dendam kepada Fitzgerald (Tom Hardy) yang meninggalkannya begitu saja.

Di film ini Iñárritu kembali duet dengan sinematografer Emmanuel Lubezki yang mana mereka juga berduet di Birdman. Duet yang menurut saya berhasil karena mereka memang mengisi satu sama lain dengan hasil yang luar biasa apik. Lubezki memperlihatkan gambar-gambar alam yang menjadi latar tempat film ini dengan sangat breathtaking, dan juga Iñárritu mengisi gambar-gambar itu dengan situasi dan emosi dan juga membaurkan batasan antara penonton dan layar. Kita para penonton diajak untuk merasakan apa yang terjadi kepada Glass, dan lanskap hutan dan pegunungan bersalju membuat para penonton bisa merasakan dingin dan bekunya. Setiap detail digarap dengan sangat baik. Setiap daging tertusuk dan terkoyak dengan sangat menyakitkan, dan darah yang mengalir terlihat sangat kontras dengan salju yang menghampar di setiap jengkal tanah. Tidak jarang saya sendiri mengernyit melihat kebrutalan dan kengerian yang terjadi di film ini.


Sulit untuk tidak terpukau dengan akting Leonardo Dicaprio di film ini. Sekalipun saya bukan penggemar Leo, namun saya yakin tidak ada yang pernah melihat Leo berakting seperti dia berakting di The Revenant ini. Leo memperlihatkan kepada kita bagaimana sulitnya bertahan hidup di alam liar, bagaimana pedihnya, bagaimana dendamnya, bagaimana kesepiannya, dan kekhawatirannya sangat terasa nyata. Total. Alangkah jahatnya jika Leo tidak juga mendapat patung manusia kepala botak di perhelatan Academy Awards 2016 sebagai best actor. Serius, tahun ini Leo pantas mendapatkannya. No more ‘poor Leo’ meme!!!!

Namun tidak hanya Leonardo Dicaprio yang menurut saya sangat sukses dengan aktingnya di film ini. Tom Hardy yang memerankan Fitzgerald menurut saya cocok sekali mendapatkan penghargaan peran antagonis terbrengs—k tahun ini. Serius Tom Hardy di sini benar-benar bikin saya nyumpahin dia mulu sepanjang film. He’s so good! Selain Tom Hardy, jajaran aktor yang mengisi pun bukan main-main. Supporting actors yang menurut saya semuanya DA-BOOM! Domhall Gleeson (Stars Wars: The Force Awakens, About Time, Ex-Machina) yang juga tidak menyia-nyiakan porsinya di film ini. ada pula Will Poulter (The Maze Runner, We’re The Millers) yang berperan sebagai Jim Bridger. Dan saya cukup terkesan dengan akting Will yang semakin sini semakin matang dalam pendalaman karakter. Selain Domhall dan Will sebenarnya masih banyak aktor-aktor yang mendukung, namun karena banyak sekali aktor yang dilibatkan, akting mereka terlihat hanya sebagai pendukung dan ‘meramaikan’ saja.




Di departemen teknis, apalagi tentunya selain directing dan cinematography kalau bukan scoring. Tidak terlalu banyak yang mengganggu di film ini. Scoring dalam film ini seperti menyatu dengan semua element. Bahkan suara nafaspun sudah bercerita banyak. Tata rias dan kostum pun perlu diacungi jempol. All leathers, all furs are so damn heavy but great!!!

Film ini bukan hanya sekedar film survival atau film balas balas dendam, namun lebih dari itu, di film ini Iñárritu menaruh filosofis religius. Siklus yang dialami Glass merupakan siklus alamiah dari alam ini. Awal mulanya Glass merupakan pemburu beruang, dia hampir dibunuh beruang, dan menjadi beruang ketika dia ingin membalaskan dendam dan bahkan tidak takut mati. Namun pada akhirnya, manusia tidak berhak membalas dendam, hanya Tuhan yang berhak. 

0 komentar:

Posting Komentar